Bali Trip 2018 – Menelusuri Timur Bali

IMG_7452

When you are getting the vibe that you are about to leave a beautiful place, you get that feeling when you want to explore as many places as possible even if you have to get a great length in moving places. That was exactly what we did in the last day we were in Bali. Sempat rada bingung mau ke mana dulu, akhirnya kami memutuskan untuk mengunjungi tempat yang hari kemarin tidak sempat kami kunjungi. Petualangan kami hari itu dimulai dari hotel dan menuju ke Pantai Kuta in the name of Asa’s curiosity. She wasn’t impressed by the beach by the way, and only spent about 10 minutes there. Lantas kami muter-muter untuk ke Monumen Bom Bali yang ternyata hanya 200 m dari hotel. How did we miss that? It was my second time there, jadi pas melangkah ke monumennya nggak terlalu merinding kayak pertama kali. Setelah rampung merenung dan berfoto sejenak, kami melanjutkan perjalanan ke~ pematang sawah. Guess where we went? Yes, it’s Tegallalang Rice Terrace.

Ketika pertama kali memutuskan untuk main ke sawah, pikiran gue pertama kali sih tetep ‘ngapain main ke sawah?’ karena di kampung gue pun banyak pematang sawah dengan pemandangan yang cantik. My mom said the exact same thing when she found out about our trip to Tegallalang. Namun karena ini request Asa dan kami sudah jauh-jauh ke Bali untuk liburan, kenapa enggak sekali-sekali main ke sawah sebagai turis?

Tiba di sana setelah menempuh perjalanan selama sekitar 45 menit di bawah terik matahari, kami langsung menuju tempat parkir yang disediakan. Anehnya tempat itu nggak ada yang jaga, kami yang kebingungan pun langsung melipir setelah menyimpan dan mengunci motor tanpa bilang siapa-siapa. Hal sama terjadi pas kami hendak beli tiket masuk. Kami nggak lihat tempat pembelian tiket dari tempat kami parkir sampai ke tempat masuk. Tadinya kami pikir di dekat kafe-kafe yang berjejer di tebing pinggir sawah itu akan ada pemeriksaan, tapi ternyata nihil. Akhirnya kami masuk tanpa tiket.

IMG_7597

To be honest, I was pessimistic about how good this place was. I mean it’s a rice terrace, what can you expect? But boy, I was very wrong about it. Semenjak kami melihat undakan tanah dengan kombinasi warna hijau dan coklat kami sudah terpukau. Tempatnya memang sederhana, tapi keserhanaan itu menyimpan keindahan dan kesejukan yang sedap dipandang mata. Kayak cowok yang tanpa didandanin necis pun udah kece. Effortless.

IMG_7472

Pe-eR-nya di tempat ini sih apalagi kalo bukan naik turun persawahannya supaya semuanya terjelajah dan dapet spot foto-foto cantik. Namanya persawahan juga jalanannya sempit dan mesti berhati-hati supaya nggak ngejengkang dan berguling bebas ke kubangan lumpur di bawahnya. Kadang kami harus gantian dengan pengunjung lain untuk melewatinya. We have done most of our photos by taking turn for each other or taking selfies when we wanted some photos of us in the same frame. Only one moment there was a nice fellow traveler offering her assistant to take our photos. It was very nice. SHE was nice, dan dia nggak minta gantian difotoin. Muehehehe..

Minusnya tempat ini sih mungkin dari segi pengelolaannya. Selain susah untuk ketemu tempat pembelian tiket (ini mah kitanya aja yang nggak nyari :p), di sana itu segalahal dikomersialisasikan. I’m not talking about the restaurants which I guess are overpriced as well, but I’m talking about the local people who contribute to this touristy place. Bayangin lo lagi jalan, tiba-tiba ada yang nawarin lo untuk pake properti untuk nyawah yang lo kira ya buat lucu-lucuan dan foto-fotoan aja tapi ternyata pas selesai lo disuruh bayar Rp20.000,-. Syok nggak? Untungnya gue punya Asa yang selalu ngingetin gue akan hal-hal yang kayak gitu, dan mereka nggak cuma berada di satu tempat doang, tapi beberapa spot yang dilewati pengunjung. Pun begitu dengan ayunan tinggi yang diikat di pohon kelapa. Five swings for Rp100.000,- per person! One f***ing hundred rupiah for swinging! As much as I wanted to do it, the price was too much for my tight budget. The man offered us Rp150.000 for two people thou, but I already knew Asa would say no to that. So no. Another time perhaps when my future husband has a CEO pay grade.

IMG_7609

Kenyang main-main di perbukitan sawah, kami balik lagi ke air dan menuju Blue Lagoon. Gue lupa ide mengunjungi tempat ini dari siapa, tapi lihat di Internet sih tempatnya bagus. Blue Lagoon ini tempatnya ternyata dekat Pelabuhan Padang Bai yang biasa digunakan oleh kapal-kapal penyebrangan ke Nusa-Nusa atau Lombok dan Gili-Gilinya bersandar. Lumayan jauh juga ternyata karena kami harus menuju ke bagian timur Bali. Lalu jalanan ke pantainya mulai dari pelabuhan ternyata nanjak maksimal. Walau rutenya dari sana sudah dekat, tetap aja deg-degan.

20180226_161726

Blue Lagoon

Sampai di tempatnya yang ternyata sepi banget, kami langsung mengambil kesimpulan bahwa tempat ini nggak banyak yang tau. Hanya ada satu warung yang halamannya merangkap tempat parkir dan jalan setapak yang kelihatannya nggak mengarah ke mana-mana, but the beach was there! A gorgeous view hidden behind ugly bushes. Pantainya yang berpasir hitam-putih terlihat sempit karena diapit dua karang besar dengan pepohonannya. It looks like a private beach I can say. Beberapa orang ada yang berenang, berfoto dengan bikini mereka, bersantai, bermain pasir, bahkan bakar-bakar makanan. Ada juga satu perahu yang sedang menunggu penumpangnya yang sedang menyelam. I’m guessing this place is great for that. Sayangnya kami nggak ke sana untuk itu. Asa malah udah males duluan karena capek perjalanan jauh dan menanjak ditambah perut lapar karena belum makan siang. Kami pun nggak lama nongkrong di sana dan langsung melanjutkan perjalanan.

Satu jam ke depan seharusnya kami memutuskan untuk mengisi perut di mana karena sadar rencana awal kami untuk menghabiskan sore terakhir di Bali untuk bersantai di tempat yang kekinian di La Planca sudah tidak akan terkejar. Namun yang kami lakukan adalah keluar masuk jalan utama untuk melihat pantai-pantai seperti apa yang ada di sepanjang bagian timur Bali. Pantai-pantai di sini menurut gue kurang populer dan tidak terkelola dengan baik karena tidak banyak wisatawan yang berkunjung terutama wisatawan asing. Mungkin pengaruh jauh dari tempat-tempat populer dan pemandangan yang tidak terlalu ciamik. Pasir di deretan pantai sana berwarna hitam dan ombaknya di sana cukup besar. Plusnya mungkin pemandangan perbukitan pulau Lombok yang terlihat dari kejauhan dan matahari terbit ketika pagi.

Hopping beach membawa kami ke Pantai Lebih, pantai yang relatif lebih ramai dari pantai-pantai sebelumnya. Di sana lumayan banyak turis lokal dan restoran-restoran sederhana yang berderet di dekat pantainya. Untuk mengisi perut kami memutuskan untuk mampir ke restauran yang paling ramai. Lupa apa nama restorannya, tapi kami ingat tempatnya yang paling dekat ke pantai. Pesanan kami sudah pasti banyak karena sudah kelaparan dari beberapa jam yang lalu, tapi harga yang kami bayar kurang dari Rp120.000,-. Setelah selesai makan, kami memutuskan untuk tinggal karena berbarengan dengan waktu sunset juga. Walau tidak terlihat, warna jingganya menyebar hingga ke arah selatan dan tetap bagus di foto.

 

Saat hari semakin gelap, kami meninggalkan Pantai Lebih untuk kembali ke Kuta. Dalam dua hari kami berkendara, biasanya hanya ada sedikit kesalahan navigasi kami di mana yang seharusnya belok kanan eh malah bilang belok kiri, begitu juga sebaliknya. Malam hari itu kesalahan yang sama terjadi berkali-kali. Well, mostly gue sih. Asa sampe kesel. X’D Sampe akhirnya kami tiba di destinasi terakhir di Bali, Pusat Oleh-oleh Krisna. Tempat yang menyediakan berbagai macam oleh-oleh itu bagaikan surga bagi para turis yang nggak mau repot-repot beli perintilan di toko-toko yang berbeda. Dari kaos, tas, kain Bali, gantungan kunci, pulpen, aksesoris rambut, pajangan, sampai makanan pun tersedia di sana. Kalo niat sih bisa berjam-jam hanya keliling dan milih-milih mau dibelikan apa untuk para kesayangan yang menunggu di rumah. We almost missed it karena kami datang jam 9 malam dan ternyata tempatnya tutup jam 10! Alhasil belanjanya cukup terburu-buru, tapi tetap dapat barang-barang yang esensial. Kami pulang ke hotel dengan masing-masing membawa kantong plastik besar.

That’s a wrap for day 3 and our trip in Bali. We were leaving first thing in the morning to catch out boat to Gili Trawangan.

 

One thought on “Bali Trip 2018 – Menelusuri Timur Bali

Leave a comment